Saya menikah dengan Joe selama hampir tiga belas tahun. Kami dikaruniai dua orang putra. Pada tahun-tahun pertama, pernikahan dan rumah tangga yang kami jalani begitu bahagia. Walau hanya mengontrak sebuah rumah dan mengandalkan gaji suami yang seadanya, kami bahagia.
Tahun 2007, badai dalam rumah tangga kami mulai memporakporandakan indahnya kehidupan. Saat itu aku sedang mengandung anak kami yang kedua. Joe mulai berubah, dia acuh tak acuh dan seringkali membentakku dengan kata-kata yang tak pantas diucapkan.
Tuhan Maha Adil, aku mengetahui alasan mengapa dia berubah. Joe main serong! Wanita lain telah membutakan matahatinya. Saat itu aku tak enerima apa yang telah dia lakukan terhadap janji suci dalam ikatan rumah-tangga kami. Aku berontak, aku marah. Aku selalu menanyakan mengapa dan mengapa. Hingga mulailah kekerasan demi kekerasan terjadi.
Kali pertama, dia melemparkan asbak padaku didepan ibu kandungku. Aku malu pada ibu, Joe yang selalu aku bangga-banggakan, telah melukai hati ibu. Tidakkah dia sadar, dulu saat ayahku tak merestui kami, ibukulah yang memperjuangkan cinta kami dihadapan ayah. Ah, Joe, kini kau berubah.
Jika aku memintanya untuk menceraikan aku, kala itu juga Joe menangis dan memohon, "Ma'afkan aku, ma'afkan aku, jangan pergi dari sisiku." Dan bodohnya, aku selalu terbujuk. Aku menerimanya kembali, demi anak-anakku.
Tuhan Maha Adil, aku mengetahui alasan mengapa dia berubah. Joe main serong! Wanita lain telah membutakan matahatinya. Saat itu aku tak enerima apa yang telah dia lakukan terhadap janji suci dalam ikatan rumah-tangga kami. Aku berontak, aku marah. Aku selalu menanyakan mengapa dan mengapa. Hingga mulailah kekerasan demi kekerasan terjadi.
Kali pertama, dia melemparkan asbak padaku didepan ibu kandungku. Aku malu pada ibu, Joe yang selalu aku bangga-banggakan, telah melukai hati ibu. Tidakkah dia sadar, dulu saat ayahku tak merestui kami, ibukulah yang memperjuangkan cinta kami dihadapan ayah. Ah, Joe, kini kau berubah.
Jika aku memintanya untuk menceraikan aku, kala itu juga Joe menangis dan memohon, "Ma'afkan aku, ma'afkan aku, jangan pergi dari sisiku." Dan bodohnya, aku selalu terbujuk. Aku menerimanya kembali, demi anak-anakku.
Pembaca yang budiman, tak sekali duakali Joe berselingkuh. Sampai hari ini, saat aku menceritakan kehidupan kelabuku ini, ada beberapa nama wanita yang menjadi WIL dalam rumah tangga kami. Dan aku selalu dapatkan bukti jika mereka berselingkuh, entah itu SMS dari wanita selingkuhannya, atau secara langsung bertemu mereka satu-persatu.
Sungguh, seharusnya aku yang mendatangi mereka dan melabrak mereka. Namun mengapa, dalam kisahku malah aku yang mereka marahi. Sekarang aku terpaksa angkat kaki dari rumahku sendiri. Aku diusir Joe, setelah perselingkuhannya yang terakhir ini aku ketahui lagi. Ya Rabb, harus kemana aku pergi?
Sungguh, seharusnya aku yang mendatangi mereka dan melabrak mereka. Namun mengapa, dalam kisahku malah aku yang mereka marahi. Sekarang aku terpaksa angkat kaki dari rumahku sendiri. Aku diusir Joe, setelah perselingkuhannya yang terakhir ini aku ketahui lagi. Ya Rabb, harus kemana aku pergi?
_ o_
Inilah kisah sejenak sebelum akhirnya aku diusir. Pagi-pagi tadi Joe datang, alasannya kangen anak. mau tak mau aku harus menerimanya, karena anak-anakku adalah anak Joe juga. Dia datang secara baik, dan bersikap sebagai ayah yang tanggung-jawab. Diajaknya anak-anak bermain bola, bermain Play Station, memandikan anak-anak dan bahkan menyuapi mereka.
Hingga sampai kekasih gelapnya menelpon. Dia mendadak berubah. Wajahnya merah penuh marah. Joe mulai memancing-mancing pertengkaran. Hal sepele dijadikan besar. Hingga akupun merasa tersulut dengan kata-kata dan kalimat yang dia keluarkan saat dia menghina keluargaku. Aku melawan, aku membela nama ayah dan ibuku. Tanpa ba bi bu, Joe memukuli aku.
Dipukulnya dadaku, ditendangnya perutku. Kepalan tangannya entah berapakali selalu tepat mendarat di mataku. Tak puas dengan itu, dilemparkannya hingga tubuhku yang terhempas. Belumlah aku bangkit, aku diangkatnya. Aku berteriak memohon, aku menangis, aku menjerit memohon ampun. Namun tubuh ini dibantingkannya pula. Sakit! Sakit sekali hati ini, apalagi anak-anak melihat pertikaian kami.
Anak-anak menangis, mereka sangat ketakutan. "Anak-anak..., anak-anak..., Joe ingat ada anak-anak! Hentikan, Joe, sudah!" Ya Tuhan, aku lihat mereka sungguh ketakutan. Mereka berdua berangkulan sambil menatap aku. Astagfirullah....
Kekerasan belum sampai disitu. Dia ambil telpon sellular-nya, dan sambil menatap tajam padaku, dia menelpon kekasih gelapnya. Aku sendiri heran mengapa dia harus menelfon padahal nafasnyapun masih terengah-engah. Sampai begitukah Joe demi kekasih gelapnya?
"Sayang..., 'ga tau nih, dia kok 'ga tau malu ya? Udah aku usir, aku tonjok bahkan aku tendangi, dia masih saja 'ga mau angkat kaki dari rumah ini. Dasar n'i cewe 'ga punya harga diri!"
Astagfirullah..., Ya Rabb....
_o_
_o_
Sekarang, aku hanya bisa berharap aku dapat membesarkan dan mendidik anak-anak dengan benar, sesuai dengan aqidah dan ajaran Rosul kami. Kedepan, aku berserah diri, Allah S.W.T pasti melindungi kami.