Diantara SUAMI & AYAH MERTUA

Sejak bertemu pertama kali dulu, aku sudah merasa jatuh cinta. Dia gagah, tampan dan membuat banyak wanita tergila-gila. Tapi nasib baik berpihak padaku, Hari memilihku menjadi istrinya.

Singkat cerita kami berpacaran dan kemudian menikah. Bulan madu kami lewati dengan indahnya. Gaya hidup kami terbilang mewah, padahal aku sendiri berasal dari keluarga yang sangat sederhana.

 Aku dan Hari sampai saat ini masih tinggal di rumah mertua. Ya, sebuah rumah megah dengan halaman yang begitu luas. Ma'lum, Hari adalah anak satu-satunya dan jika kami pindah, ibu mertuaku bilang mereka akan merasa kesepian.

Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya akupun setuju dengan permohonan Hari dan Ibu mertuaku untuk tinggal bersama. Entah mengapa, sejak berpacaranpun aku merasa calon Bapak mertuaku seperti tidak menyukai aku. Namun aku berusaha menepis fikiranku yang buruk itu.

Dibulan-bulan pertama semua berjalan dengan baik. Namun seiring hari berganti, aku mulai menemukan banyak keganjalan-keganjalan. Salah satunya soal perkerjaan. Entah mengapa Hari tak mau memberitahu aku apa pekerjaannya. Setiap kutanya, pasti dia menjawab, "Pokoknya kau tak usah tahu, yang penting uang yang aku cari itu halal. Semua ini untuk masa depan kita." Dan akhirnya aku tak pernah lagi menanyakan soal pekerjaannya.

Memasuki bulan keenam pernikahan kami, pertengkaran mulai terjadi.  Hari tak pernah lagi memberiku nafkah lahir. Dia bilang, aku punya penghasilan sendiri. Sebenarnya bukan jumlah uang yang aku pertanyakan, tapi pertanggungjawabannya sebagai suami. Salahkah aku?

~ ii ~

Meski tak dinafkahi, aku tetap berusaha bersikap baik dan positif. Saat aku mengusulkan kepada Hari tentang tabungan bersama untuk masa depan kami ditolaknya, aku masih bisa diam. Dalam hati penuh curiga, ada apakah gerangan?

Suatu hari, saat Hari sedang lengah, aku mencoba membuka telepon genggamnya. Ternyata banyak sekali SMS dari ayahnya. Isinya sungguh membuat aku tercengang. Tampaknya ayah mertuaku itu curiga aku akan menguras hartanya. Karena itu dia mewanti-wanti agar Hari terus bersikap keras padaku dan jangan mau menuruti apa keinginanku.

~ ii ~

Waktu demi waktu berlalu. Keadaan semakin menyulitkan aku. Dirumah, aku seperti babu dan dihadapan suamiku aku seperti lawannya bertinju. Hari menjadi orang yang ringan tangan,  mudah sekali tersinggung.

Keadaan ini menyeretku pada perselingkuhan. Aku berselingkuh dengan teman sekantorku. Sejenak aku dapat melupakan kisah rumahtanggaku. Pelangi mewarnai hari-hariku. Warna-warni indah yang lama sekali aku rindukan. Aku sadar, bahwa perselingkuhan ini salah dan tak ada gunanya. Namun biarlah aku merasakan kebahagiaan walau sejenak karena jika aku kembali tiba dirumah semua kembali menjadi kelabu.

~ iii ~

Saat ini aku sedang benar-benar memikirkan untuk menggugat cerai suamiku. Namun aku  masih ragu, inikah jalan terbaik untukku?